My Sweet Gallery

Senin, 29 Oktober 2012

SEMINAR TI DI UNAND

SEMINAR DI LAKUKAN PADA TANGGAL 18 OKTOBER 2012





WISUDA STTD KE IV

WISUDA DILAKSANAKAN DI KAMPUS STTD DI DUMAI PADA TGL 23 OKT 2012


PARA WISUDAWAN/I BERJUMLAH 117 ORANG





Selasa, 09 Oktober 2012

Rabu, 03 Oktober 2012

ANALISIS PERANCANGAN KERJA

        Analisis perancangan kerja pada awalnya dikembangkan oleh F.W. Taylor dan F.B. Gilberth. Penelitian-penelitian mereka sesungguhnya tidak dilakukan secara bersamaan, namun hasil-hasil penelitian mereka telah digabungkan dan dikembangkan sehingga akhirnya dikenal sebagai Teknik Tata Cara Kerja atau Methods Engineering.

A. Tokoh-Tokoh Teknik Tata Cara Kerja
F.W. Taylor merupakan tokoh yang terkenal dengan penelitian pengukuran waktunya. Hasil penelitian F.W. Taylor menunjukkan bahwa hasil kerja seseorang sangat dipengaruhi oleh lamanya waktu bekerja, waktu istirahat, dan frekuensi istirahat. Sehubungan dengan penerapan hasil penelitiannya ini, Taylor melakukan pengukuran-pengukuran waktu dengan menggunakan stop watch. Ilmu-ilmu di bidang pengukuran waktu selanjutnya mengalami perkembangan, seperti lahirnya Data waktu Standard, Data Waktu Gerakan, dan penggunaan work sampling sebagai salah satu alternatif lain dalam pengukuran waktu.
Tokoh lainnya yang juga berperan besar dalam pengembangan teknik tata cara kerja adalah F.B. Gilberth. Penelitian-penelitian yang dilakukan Gilberth adalah terkait dengan gerakan-gerakan kerja operator yang diamati dengan menggunakan rekaman kamera. Penelitian tersebut berujung pada penemuan suatu prosedur untuk menganalisa gerakan kerja dan memperbaikinya. Prosedur tersebut adalah membagi gerakan-gerakan kerja menjadi elemen-elemen gerakan dasar yang merupakan bagian dari suatu gerakan.
Elemen-elemen gerakan yang dikembangkan oleh Gilberth berjumlah 17 buah dan dan dengan elemen-elemen inilah perbaikan-perbaikan gerakan dilakukan. F.B. Gilberth menerbitkan bukunya pada tahun 1991 berjudul “Motion Study”. Selain itu, ia mengembangkan prinsip-prinsip perancangan sistem kerja yang dikenal sebagai Ekonomi Gerakan. Prinsip-prinsip ini dimaksudkan untuk mendapatkan suatu sistem kerja yang terancang baik sehingga memudahkan dan menyamankan gerakan-gerakan kerja untuk sejauh mungkin menghindarkan atau melambatkan datangnya kelemahan (fitique).

B. Perkembangan Teknik Tata Cara Kerja
Ilmu-ilmu yang dikembangkan oleh Taylor dan Gilberth selanjutnya diterapkan secara bersama-sama sebagai suatu kesatuan yang saling melengkapi. Dalam perkembangannya, kemudian keduanya dipandang sebagai satu kesatuan yang dikenal dengan nama “Time and Motion Study” atau studi waktu dan gerakan, istilah lainnya untuk hal ini adalah Methods Engineerings. Setelah teknik pengukuran waktu dan prinsip-prinsip dalam studi gerakan melebur menjadi satu sebagai methods engineerings, dilakukan berbagai penelitian untuk mengembangkannya. Salah satu penelitian tersebut antara lain sampling pekerjaan (work sampling) oleh L.H.C Tippet di Inggris pada tahun 1930-an. Hal ini memungkinkan dilakukannya pengukuran waktu bagi pekerja-pekerja tak langsung.
Data waktu baku merupakan pengembangan dan penyusunan data tentang waktu-waktu kerja bagi berbagai pekerja dan elemen-elemennya. Pada teknik ini, pengukuran waktu dan prinsip-prinsip studi gerakan dipadu dengan teknik-teknik matematik. Perkembangan lebih lanjut dari hal ini adalah Data Waktu Gerakan, yaitu merupakan pengembangan dan penyusunan data secara baku bagi elemen-elemen gerakan.
Pekerja sebagai faktor hidup dalam suatu kegiatan sistem kerja sangat mempengaruhi tercapai atau tidaknya tujuan kerja, sebab manusia akan membawa berbagai sifat dan kemampuannya dalam bekerja. Penelitian terhadap faktor manusia dalam bekerja mengalami perkembangan secara cukup signifikan. Hal ini berujung pada terciptanya bidang ilmu Human Factors Engineering atau Ergonomi.

C. Pengertian dan Ruang Lingkup Tata Cara Kerja
Teknik tata cara kerja adalah suatu ilmu yang terdiri dari teknik-teknik dan prinsip-prinsip untuk mendapatkan rancangan (desain) terbaik dari sistem kerja. Teknik-teknik dan prinsip-prinsip ini digunakan untuk mengatur komponen-komponen sistem kerja yang terdiri dari manusia dengan sifat dan kemampuan-kemampuannya, bahan, perlengkapan, dan peralatan kerja serta lingkungan kerja sehingga dicapai tingkat efisiensi dan produktifitas yang tinggi yang diukur berdasarkan waktu yang dihabiskan, tenaga yang dipakai, serta akibat-akibat sosiologis, dan psikologis yang ditimbulkannya.
Ruang lingkup ilmu teknik tata cara kerja dapat dibagi ke dalam dua bagian besar, yaitu pengaturan dan pengukuran kerja. Peraturan kerja berisi prinsip-prinsip mengatur komponen-komponen sistem kerja untuk mendapatkan alternatif-alternatif sistem kerja yang terbaik. Pada bagian pengaturan ini kita dipersenjatai dengan prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dan diusahakan pelaksanaannya. Prinsip-prinsip kerja ini pada akhirnya akan membantu kita untuk memperoleh alternatif-alternatif sistem kerja terbaik. Hal-hal yang diatur dengan prinsip-prinsip pengaturan kerja antara lain terdiri dari faktor-faktor manusia, studi gerakan, dan ekonomi gerakan.

Teknik tata cara kerja tidak hanya membahas tentang prinsip-prinsip pengaturan kerja, melainkan membahas pula tentang teknik-teknik pengukuran kerja. Teknik-teknik pengukuran kerja tersebut terdiri dari pengukuran waktu, pengukuran tenaga, pengukuran psikologis, dan pengukuran sosiologis. Keempat hal tersebut merupakan empat kriteria yang dipandang sebagai pengukur yang baik. Artinya suatu sistem kerja dinilai baik jika sistem ini memungkinkan waktu penyelesaian sangat singkat, tenaga yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan sangat sedikit dan akibat-akibat psikologis dan sosiologis yang ditimbulkan sangat minim.
 
Pada proses pengukuran waktu, dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu pengukuran waktu secara langsung dan tidak langsung. Pada percobaan ini menggunakan pengukuran waktu secara langsung dengan menggunakan jam henti (stopwatch).
Cara mengukur dengan melakukan dua pendekatan diatas dijelaskan sebagai berikut :
  1. Langsung, ialah cara pengukuran yang dilakukan dengan pengamatan langsung ditempat dimana pekerjaan tersebut dilaksanakan.  Contoh : jam henti dan smapling pekerjaan.
  2. Tidak langsung, ialah pengukuran dimana sipengukur tidak harus ada ditempat pekerjaan dilaksanakan melainkan dengan menganalisis tabel – tabel yang telah dibuat sebelumnya dengan syarat mengetahui elemen – elemen gerakan atau elemen – elemen pekerjaannya.
Contoh : data waktu baku dan waktu gerakan (Work factor, MTM, Basic motion , dan lain – lain ).
Adapun langkah –langkah untuk menentukkan waktu baku secara langsung adalah sebagai berikut :
a. Melakukan penelitian pendahuluan
Penelitian pendahuluan yang dimaksud adalah penelitian terhadap waktu. Karena maksud dari pengukuran waktu adalah untuk mengetahui berapa waktu yang pantas diberikan kepada pekerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan hasil yang terbaik.
b. Memilih operator
Operator yang akan melakukan pekerjaan harus bisa diandalkan, memenuhi beberapa persyaratan tertentu agar pengukuran dapat berjalan baik dan hasilnya juga dapat diandalkan. Syarat – syarat tersebut antara lain berkemampuan normal dan dapat diajak bekerja sama.

c. Melakukan pengukuran pendahuluan
Pengukuran harus ditetapkan terlebih dahulu dengan tujuan mengetahui untuk apa hasil pengukuran digunakan, berapa tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan dari hasil pengukuran tersebut.
d. Melakukan pengujian keseragaman data
Dengan tujuan untuk memastikan bahwa data yang terkumpul berasal dari system yang sama.
e. Melakukan pengujian kecukupan data
Uji kecukupan data diperlukan untuk memastikan bahwa yang telah dikumpulkan adalah cukup secara obyektif.
f. Menentukkan waktu siklus
g. Menentukkan faktor penyesuaian dan waktu normal
Faktor penyesuian digunakan untuk menentukkan kewajaran dari operator. Beberapa cara menentukkan factor penyesuaian adalah dengan cara :
1. Presentase
2. Shumard
3. Westing House
4. Objectif
h. Menentukkan faktor kelonggaran dan waktu baku
Faktor kelonggaran diberikan untuk 3 hal yaitu :
1. Kebutuhan pribadi
2. Menghilangkan rasa fatique
3. Hambatan – hambatan yang tidak dapat dihindarkan
Dalam memilih cara kerja yang tebaik berdasarkan patokan waktu maka yang harus kita lakukan ialah melaksanakan pengukuran atas alternative yang ada dan kemudian dipilih waktu penyelesaian yang tersingkat.
Untuk mendapatkan waktu baku dengan pengukuran langsung secara umum kita perlu melakukan langkah – langkah sebagai berikut :
1. Menentukkan tingkat ketelitian dan tingkat kepercayaan yang diinginkan
2. Melakukan penelitian pendahuluan, yaitu penelitian dengan maksud untuk mendapatkan cara kerja yang terbaik. Jika belum, lakukan perbaikan, jika sudah maka cara kerja dibakukan secara tertulis.
3. Memilih operator yang akan diukur waktunya, dengan syarat bekerja normal dan wajar.
4. Memberi penjelasan pada operator tentang maksud dan pentingnya waktu baku.
5. Bila mungkin bagi pekerjaan atas elemen – elemen pekerjaan. Hal ini penting untuk mengetahui dimana waktu yang paling banyak dihabiskan.
6. Lakukan pengukuran pendahuluan untuk mengetahui berapa kira – kira jumlah pengukuran yang diperlukan.
7. Lakukan pengujian keseragaman data.
8. Lakukan test kecukupan data.
9. Jumlah pengukuran yang diperlukan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
(Untuk tingkat kepercayaan 95% dan tingkat ketelitian 10%).

N = 20 ∑ Xi – ( ∑ Xi )2
∑ Xi


N = Jumlah pengukuran pendahuluan
Xi = Waktu penyelesaian yang diukur pada waktu ke-i


Data dikatakan cukup bila N’≤ N, dan bila tidak maka lakukan pengukuran tambahan.

10. Tentukan waktu siklus rata – rata

Ws = ∑ Xi
N
11. Tentukan waktu normal
Wn = Ws x P
P = Faktor penyesuaian
12. Hitung waktu baku
Wb = Wo ( 1 + a )
a = Kelonggaran 

Penerapan Teknologi dalam Dunia Logistik Kepelabuhanan




Dunia logistik dalam pengamatan saya terdiri dari 2 (dua):
  1. Logistik Kepabeanan
  2. Logistik Kepelabuhanan


   LOGISTIK KEPABEANAN
Pengguna Jasa dalam dunia logistik kepabeanan senantiasa berhubungan dengan Customs Clearance. Namun hal ini hanya untuk arus barang eksportasi dan importasi. Sedangkan yang berkenaan dengan arus barang antar-pulau itu tidak proses kepabeanan.
Kecepatan waktu pengurusan logistik kepabeanan berhubungan erat dengan respon Bea Cukai dalam hal Barang Importasi, sedangkan untuk eksportasi lebih ke arah menjadi tanggung jawab Instansi Bea Cukai pelabuhan tujuan.
Berkenaan dengan barang importasi dan tanggung jawab Instansi Bea Cukai Pelabuhan Penerima maka proses percepatan arus barang bergantung pada filosofi Kepabeanan Indonesia.
Filosofi Kepabeanan Indonesia adalah senantiasa pre-inspection (artinya setiap barang yang masuk senantiasa harus diperiksa – pre-audit).
Customs Inspection ini ada yang dilakukan di Restricted Area (Lini I Pelabuhan) dan ada yang dilakukan di Kawasan Berikat/ Gudang Berikat.
Singapura sebagai negara yang melayani Selat Malaka yakni: selat yang tersibuk di Asia Tenggara menganut filosofi Kepabeanan post-audit, artinya: Pengguna Jasa akan mengalami inspection hanya sekali-kali saja yang dilakukan secara random.
Registrasi Pengguna Jasa di Singapura adalah sangat ketat dan wajib menempatkan dana deposit yang dimulai dari 35.000 SGD, 60.000 SGD, 90.000 SGD dan seterusnya.
Jika Singapura menganut filosofi pre-audit seperti yang diberlakukan di Indonesia maka sudah dapat dibayangkan Selat Malaka itu tidak terlayani yang dikarenakan proses kepabeanannya memakan waktu 3 s/d 5 hari.
Persoalannya di Indonesia sebagai negara katulistiwa yang membelah dunia utara dan selatan secara alamiah adalah untuk menerapkan filosofi post-audit maka identitas perusahaan importir harus dilengkapi dengan alamat yang jelas dan pembenan dana deposit juga merupakan hal yang belum tentu bisa diterapkan sekalipun saat ini sudah ada regulasi penyetoran dana deposit sebesar Rp. 250 juta untuk memperoleh SRP (Surat Registrasi Pabean).
Dan inipun masih mendapat keringanan tertentu yang dibantu oleh Asosiasi Freight Forwarder agar dana deposit untuk sebesar itu dapat dikurangi asal ada rekomendasi dari Gafeksi.
Identitas alamat yang jelas di Indonesia beresiko tinggi sehubungan dengan adanya kemudahan membuat akte perusahaan yang ‘nebeng’ alamat dan sebagainya sehingga hal ini mempengaruhi resiko kepabenanan.

          LOGISTIK KEPELABUHANAN
Kompleksitas dalam logistik kepelabuhan sangat berkenaan dengan internal manajemen Pengguna Jasa; khususnya berkoordinasi dan berkomunikasi dalam satu siklus pengiriman barang.
Hakekatnya adalah: Operator Pelabuhan bekerja dan menerima data-data rencana bongkar dan muat dari Pengguna Jasa itu seyogianya harus tetap (fixed) tidak berubah sehingga data-data itu menjadi absah dalam Perencanan Bongkar Muat yang akan dilakukan oleh Operator Pelabuhan.
Yang terjadi sekarang adalah data-data itu rentan berubah dan dinamis oleh karena koordinasi antara Perusahan Pelayaran, EMKL, Trucking Company dan Gudang Stripping/ Stuffing, DEPO itu tidak solid dalam hal kesiapan pelaksanaan pekerjaan dalam satu siklus mata rantai bongkar dan muat.
PROGRESSIVE SOLUTION
Pada gambar di atas; maka di sistem ICT yang terpasang sudah ada sistem yang dapat memperlancar dan menjadikan transparan biaya-biaya yang harus dibayar oleh Pengguna Jasa.
Bahkan saat ini sedang dibuat suatu pembayaran yang dapat dilakukan secara online dari lokasi Kantor Pengguna Jasa berada sehingga tidak harus bolak-balik menghabiskan waktu dan biaya.
Selanjutnya, minimal tahun ini ada sistem yang akan di launching agar permasalahan sebagaimana tertera di atas dapat memberikan kontribusi penurunan biaya logistik, yakni: memudahkan koordinasi antara Perusahaan Pelayaran, Pemilik Barang Yang Dikuasakan, EMKL, PPJK, Container DEPOT dan sebagainya.
Pada gambar di atas terlihat adanya pentahapan kegiatan solusi untuk memberantas tingginya Biaya Logistik saat ini, yakni: tahap pertama adalah hal-hal yang berkenaan langsung dengan Kepelabuhan. Dan tahap kedua adalah hal-hal yang berkenaan dengan Manajamen Koordinasi dan Komunikasi para mediasi company sebelum mengajukan permohonan layanan kepelabuhanan sehingga data-data yang disampaikan merupakan data-data yang valid, tidak berubah dan kalaupun berubah dapat segera secara otomatis meng-update data-data tersebut sehingga dapat menjadi substansi yang valid bagi pelabuhan dalam merencanakan kegiatan bongkar muat di pelabuhan demi kelancaran, efisiensi, efektif untuk menurunkan biaya logistik saat ini.
Oleh: Rudy Alfred Sangian (081352660049)

Selasa, 02 Oktober 2012

PENGURUS HMTI 2012

 
                 Kepengurusan HMTI STTD Dumai telah terpilih dengan ketua yang baru dan jajaran yang baru..............
Diharapkan Ahmad Septian sebagai ketua yg terpilih dapat mengayomi seluruh mahasiswa STTD dan khususnya pada mahasiswa Teknik Industri...
Banyak Pekerjaan yg belum selesai oleh pengurus lama..........dengan dipegangnya tampuk kekuasaan oleh ahmad septian membawa perubahan bagi HMTI.............mari kita dukung bersama - sama program yg telah dibuat oleh ketua.........beri kesempatan kepada ketua untuk menunaikan misi dan visi  nya........
Kepada Pengurus lama ( IMAM & WAWAN ) agar dapat membimbing dan memberi masukan kepada pengurus yg baru...........
Seluruh Harapan kami berikan kepada Pengurus HMTI periode 2012 s/ 2013
Amin

Senin, 01 Oktober 2012

LEGENDA PUTRI TUJUH

           Dulu, Dumai hanyalah sebuah dusun nelayan yang sepi, berada di pesisir Timur Propinsi Riau, Indonesia. Kini, Dumai yang kaya dengan minyak bumi itu, menjelma menjadi kota pelabuhan minyak yang sangat ramai sejak tahun 1999. Kapal-kapal tangki minyak raksasa setiap hari singgah dan merapat di pelabuhan ini. Kilang-kilang minyak yang tumbuh menjamur di sekitar pelabuhan menjadikan Kota Dumai pada malam hari gemerlapan bak permata berkilauan. Kekayaan Kota Dumai yang lain adalah keanekaragaman tradisi. Ada dua tradisi yang sejak lama berkembang di kalangan masyarakat kota Dumai yaitu tradisi tulisan dan lisan. Salah satu tradisi lisan yang sangat populer di daerah ini adalah cerita-cerita rakyat yang dituturkan secara turun-temurun. Sampai saat ini, Kota Dumai masih menyimpan sejumlah cerita rakyat yang digemari dan memiliki fungsi moral yang amat penting bagi kehidupan masyarakat, misalnya sebagai alat pendidikan, pengajaran moral, hiburan, dan sebagainya. Salah satu cerita rakyat yang masih berkembang di Dumai adalah Legenda Putri Tujuh. Cerita legenda ini mengisahkan tentang asal-mula nama Kota Dumai.
Konon, pada zaman dahulu kala, di daerah Dumai berdiri sebuah kerajaan bernama Seri Bunga Tanjung. Kerajaan ini diperintah oleh seorang Ratu yang bernama Cik Sima. Ratu ini memiliki tujuh orang putri yang elok nan rupawan, yang dikenal dengan Putri Tujuh. Dari ketujuh putri tersebut, putri bungsulah yang paling cantik, namanya Mayang Sari. Putri Mayang Sari memiliki keindahan tubuh yang sangat mempesona, kulitnya lembut bagai sutra, wajahnya elok berseri bagaikan bulan purnama, bibirnya merah bagai delima, alisnya bagai semut beriring, rambutnya yang panjang dan ikal terurai bagai mayang. Karena itu, sang Putri juga dikenal dengan sebutan Mayang Mengurai.
Pada suatu hari, ketujuh putri itu sedang mandi di lubuk Sarang Umai. Karena asyik berendam dan bersendau gurau, ketujuh putri itu tidak menyadari ada beberapa pasang mata yang sedang mengamati mereka, yang ternyata adalah Pangeran Empang Kuala dan para pengawalnya yang kebetulan lewat di daerah itu. Mereka mengamati ketujuh putri tersebut dari balik semak-semak. Secara diam-diam, sang Pangeran terpesona melihat kecantikan salah satu putri yang tak lain adalah Putri Mayang Sari. Tanpa disadari, Pangeran Empang Kuala bergumam lirih, “Gadis cantik di lubuk Umai....cantik di Umai. Ya, ya.....d‘umai...d‘umai....” Kata-kata itu terus terucap dalam hati Pangeran Empang Kuala. Rupanya, sang Pangeran jatuh cinta kepada sang Putri. Karena itu, sang Pangeran berniat untuk meminangnya.
Beberapa hari kemudian, sang Pangeran mengirim utusan untuk meminang putri itu yang diketahuinya bernama Mayang Mengurai. Utusan tersebut mengantarkan tepak sirih sebagai pinangan adat kebesaran raja kepada Keluarga Kerajaan Seri Bunga Tanjung. Pinangan itu pun disambut oleh Ratu Cik Sima dengan kemuliaan adat yang berlaku di Kerajaan Seri Bunga Tanjung. Sebagai balasan pinangan Pangeran Empang Kuala, Ratu Cik Sima pun menjunjung tinggi adat kerajaan yaitu mengisi pinang dan gambir pada combol paling besar di antara tujuh buah combol yang ada di dalam tepak itu. Enam buah combol lainnya sengaja tak diisinya, sehingga tetap kosong. Adat ini melambangkan bahwa putri tertualah yang berhak menerima pinangan terlebih dahulu.
Mengetahui pinangan Pangerannya ditolak, utusan tersebut kembali menghadap kepada sang Pangeran. “Ampun Baginda Raja! Hamba tak ada maksud mengecewakan Tuan. Keluarga Kerajaan Seri Bunga Tanjung belum bersedia menerima pinangan Tuan untuk memperistrikan Putri Mayang Mengurai.” Mendengar laporan itu, sang Raja pun naik pitam karena rasa malu yang amat sangat. Sang Pangeran tak lagi peduli dengan adat yang berlaku di negeri Seri Bunga Tanjung. Amarah yang menguasai hatinya tak bisa dikendalikan lagi. Sang Pangeran pun segera memerintahkan para panglima dan prajuritnya untuk menyerang Kerajaan Seri Bunga Tanjung. Maka, pertempuran antara kedua kerajaan di pinggiran Selat Malaka itu tak dapat dielakkan lagi.
Di tengah berkecamuknya perang tersebut, Ratu Cik Sima segera melarikan ketujuh putrinya ke dalam hutan dan menyembunyikan mereka di dalam sebuah lubang yang beratapkan tanah dan terlindung oleh pepohonan. Tak lupa pula sang Ratu membekali ketujuh putrinya makanan yang cukup untuk tiga bulan. Setelah itu, sang Ratu kembali ke kerajaan untuk mengadakan perlawanan terhadap pasukan Pangeran Empang Kuala. Sudah 3 bulan berlalu, namun pertempuran antara kedua kerajaan itu tak kunjung usai. Setelah memasuki bulan keempat, pasukan Ratu Cik Sima semakin terdesak dan tak berdaya. Akhirnya, Negeri Seri Bunga Tanjung dihancurkan, rakyatnya banyak yang tewas. Melihat negerinya hancur dan tak berdaya, Ratu Cik Sima segera meminta bantuan jin yang sedang bertapa di bukit Hulu Sungai Umai.
Pada suatu senja, pasukan Pangeran Empang Kuala sedang beristirahat di hilir Umai. Mereka berlindung di bawah pohon-pohon bakau. Namun, menjelang malam terjadi peristiwa yang sangat mengerikan. Secara tiba-tiba mereka tertimpa beribu-ribu buah bakau yang jatuh dan menusuk ke badan para pasukan Pangeran Empang Kuala. Tak sampai separuh malam, pasukan Pangeran Empang Kaula dapat dilumpuhkan. Pada saat pasukan Kerajaan Empang Kuala tak berdaya, datanglah utusan Ratu Cik Sima menghadap Pangeran Empang Kuala.
      Melihat kedatangan utusan tersebut, sang Pangeran yang masih terduduk lemas menahan sakit langsung bertanya, “Hai orang Seri Bunga Tanjung, apa maksud kedatanganmu ini?”. Sang Utusan menjawab, “Hamba datang untuk menyampaikan pesan Ratu Cik Sima agar Pangeran berkenan menghentikan peperangan ini. Perbuatan kita ini telah merusakkan bumi sakti rantau bertuah dan menodai pesisir Seri Bunga Tanjung. Siapa yang datang dengan niat buruk, malapetaka akan menimpa, sebaliknya siapa yang datang dengan niat baik ke negeri Seri Bunga Tanjung, akan sejahteralah hidupnya,” kata utusan Ratu Cik Sima menjelaskan. Mendengar penjelasan utusan Ratu Cik Sima, sadarlah Pangeran Empang Kuala, bahwa dirinyalah yang memulai peperangan tersebut. Pangeran langsung memerintahkan pasukannya agar segera pulang ke Negeri Empang Kuala.
*Keesokan harinya, Ratu Cik Sima bergegas mendatangi tempat persembunyian ketujuh putrinya di dalam hutan. Alangkah terkejutnya Ratu Cik Sima, karena ketujuh putrinya sudah dalam keadaan tak bernyawa. Mereka mati karena haus dan lapar. Ternyata Ratu Cik Sima lupa, kalau bekal yang disediakan hanya cukup untuk tiga bulan. Sedangkan perang antara Ratu Cik Sima dengan Pangeran Empang Kuala berlangsung sampai empat bulan.
Akhirnya, karena tak kuat menahan kesedihan atas kematian ketujuh putrinya, maka Ratu Cik Sima pun jatuh sakit dan tak lama kemudian meninggal dunia. Sampai kini, pengorbanan Putri Tujuh itu tetap dikenang dalam sebuah lirik:
Umbut mari mayang diumbut
Mari diumbut di rumpun buluh
Jemput mari dayang dijemput
Mari dijemput turun bertujuh
Ketujuhnya berkain serong
Ketujuhnya bersubang gading
Ketujuhnya bersanggul sendeng
Ketujuhnya memakai pending
Sejak peristiwa itu, masyarakat Dumai meyakini bahwa nama kota Dumai diambil dari kata “d‘umai” yang selalu diucapkan Pangeran Empang Kuala ketika melihat kecantikan Putri Mayang Sari atau Mayang Mengurai. Di Dumai juga bisa dijumpai situs bersejarah berupa pesanggarahan Putri Tujuh yang terletak di dalam komplek kilang minyak PT Pertamina Dumai. Selain itu, ada beberapa nama tempat di kota Dumai yang diabadikan untuk mengenang peristiwa itu, di antaranya: kilang minyak milik Pertamina Dumai diberi nama Putri Tujuh; bukit hulu Sungai Umai tempat pertapaan Jin diberi nama Bukit Jin. Kemudian lirik Tujuh Putri sampai sekarang dijadikan nyanyian pengiring Tari Pulai dan Asyik Mayang bagi para tabib saat mengobati orang sakit.
Sumber:
  • Disadur dari buku: Legenda Putri Tujuh: Asal Mula Kota Dumai. Yogyakarta: Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu bekerja sama dengan Adicita Karya Nusa, 2005.
  • http://matanui.web.id/index.php?option=com_content&task=view&id=117&Itemid=13

Komentar Anda

Tulislah dengan kata - kata Sopan

KENANGAN